Jumat, 09 Desember 2016

Sewaktu Merasakan Hari Raya Nyepi di Kota Bali

Saat satu hari menjelang tahun baru saka, atau biasa dikenal dengan Nyepi, suasana di Bali benar-benar berbeda. Bagi saya yang baru pertama kali merasakan Nyepi di Bali, suasana ini sangatlah menarik. Disaat itulah saya baru menyadari bahwa sebenarnya tidak ada toko dan restoran yang beroperasi selama 24 jam dalam setahun di Bali, karena pada saat Nyepi semuanya harus tutup. 
Jadi meskipun toko waralaba seperti Circle K, Lawson atau restoran seperti KFC, MC Donald  yang memasang tanda 24 jam beroperasi, namun saat Nyepi, hal tersebut tidak berlaku. Hal yang sama juga terjadi di sektor perbankkan, semua atm akan berhenti beroperasi di sore hari. Satu hal yang sebenarnya saya sudah tahu cukup lama adalah tutupnya bandara internasional pada saat Nyepi, namun saat saya berada di Bali baru saya menyadari bahwa hari raya Nyepi ini berarti diakui oleh dunia internasional. Bisa dibayangkan jika pada hari raya Nyepi, tidak ada satupun maskapai penerbangan di dunia yang mempunyai tujuan terbang ke Bali.
Layaknya sebuah malam pergantian tahun, perayaan malam bergantinya tahun saka di Bali juga sangat meriah.  Pada saat malam sebelum hari raya Nyepi, Bali seperti sedang mempersiapkan sebuah karnaval ogoh-ogoh ( sebuah perlambangan hal-hal yang bersifat negatif).  Perlambangan ini diwujudkan dengan membuat sosok makhluk seseram mungkin.  Bagi saya yang baru pertama kali melihat perayaan Nyepi di Bali, melihat berbagai ogoh-ogoh dari jarak dekat, menimbulkan kekaguman tersendiri.  Salah satu kekaguman saya adalah, mereka membuat ogoh-ogoh itu dengan sangat detail.  Warna, keseimbangan (hanya bertumpu pada satu titik), ekpresi, dan gaya semua sepertinya sudah diperhitungkan, sehingga ogoh – ogoh yang tercipta sangat mengesankan.

Ketika matahari mulai memancarkan sinarnya di hari pertama tahun baru Saka, maka Nyepi pun dimulai selama satu hari penuh. Itu berarti baru akan berakhir saat matahari kembali  terbit di hari kedua. Sebagai seorang wisatawan, tidak banyak yang dapat saya ceritakan saat pagi dan siang hari di hari Nyepi, mengingat semua orang tidak diperbolehkan untuk keluar rumah atau hotel. Beruntung bagi tamu hotel masih dapat menikmati makanan yang dibuat dengan api dan masih dapat menikmati listrik, karena sesungguhnya Nyepi itu adalah amati geni (tidak menggunakan dan atau menghidupkan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak mendengarkan hiburan).

Bagi saya sendiri, yang paling berkesan saat Nyepi adalah ketika malam mulai beranjak datang menghampiri. Pada saat itu baru menyadari bahwa tidak ada penerangan buatan yang menggantikan sinar matahari, sehingga sosok malam yang semakin gelap sangat terasa. Disaat yang sama, dimana kensunyian juga perlahan menyelimuti, maka suara yang dapat terdengar adalah suara sendiri dan suara alam, seperti angin, kicauan burung malam dan lolongan anjing.  Benar-benar satu hari yang sangat sesuai bagi manusia yang ingin melakukan intropeksi diri, dan mengingat sang pencipta. Apalagi pada saat itu saya sedang bersama Awkarin dan Young Lex. Hahaha, ngarep!
Saat Nyepi berakhir, satu hal yang terlintas dipikiran saya, seperti apakah suasana Bali pada saat Nyepi, apakah seperti pulau tidak berpenghuni waktu disiang hari, dan seperti pulau hantu pada malam hari. Sayang pertanyaan itu hanya bisa terjawab kalau saya menjadi polisi adat, salah satu profesi yang memungkinkan untuk melakukan perjalanan saat Nyepi.

Kamis, 08 Desember 2016

Toraja - Tempat Yang Keren Untuk Dikunjungi

Buat yang belum pernah ke Toraja, coba deh sekali-sekali untuk kunjungi tempat wisata tersebut. Bagus banget pemandangannya. Liat nih foto-fotonya :



Perumahannya tradisional tapi indah untuk dilihat.


Pokoknya kalau berwisata kesana tidak akan menyesal, dijamin.


Penduduknya juga ramah, terbuka sekali untuk turis yang mengunjungi daerah Toraja.


Nah, bagaimana? Tertarik untuk jalan-jalan kesana? Liburan besok jangan lupa untuk pergi ke Toraja.



Pantai Menganti

Menganti…, nama pantai ini saya dapat setelah seorang teman memberitahukan bahwa disekitaran Gombong ada sebuah pantai yang cukup bagus. Rasa penasaran ingin mengunjungi pantai ini bertambah ketika hasil googling menunjukkan jika pantai ini merupakan satu-satunya pantai yang berpasir putih diantara pantai yang terdapat di daerah Gombong dan Kebumen.
Ketika pantai menganti sudah dapat terlihat dari kejauhan, yang benar-benar kontras memang pasir-nya yang putih. Ombaknya yang cukup besar di Pantai Menganti, dan lokasinya yang dijadikan tempat bersandarnya perahu nelayan membuat pantai ini tidak cocok untuk berenang, namun sangat sesuai bila dijadikan tempat untuk menunggu atau menanti. Konon kata menganti memang berasal dari menanti…, kisah cinta seorang panglima perang dari Kerajaaan Majapahit dengan kekasihnya yang tidak disetujui raja. Mereka berjanji untuk bertemu di pantai ini, namun kekasihnya tersebut tidak pernah datang dan Panglima perang itu tersebut terus saja menanti.

Saat saya tiba disini bersama seorang kawan, tempat yang kami tuju pertama kali adalah salah satu warung yang ada disana. Beberapa warung yang ada disekitar pantai sangat sesuai dijadikan tempat untuk berteduh, disaat sinar matahari begitu menyengat kulit kami. Warung ini juga menjadi tempat strategis untuk mengamati lingkungan sekitar Pantai Menganti. Waktu berkunjung saya yang cuma sebentar, membuat saya dan kawan saya tidak menghiraukan panasnya matahari untuk segera melanjutkan langkah kaki ke sebuah bukit, agar dapat melihat keindahan Pantai Menganti dari atas.
Pemandangan dari atas bukit juga tidak kalah bagus, teriknya matahari sejenak terlupa dengan keindahan Pantai Menganti ketika dilihat dari atas. Lagi-lagi kesadaran akan waktu yang terbatas membuat saya dan kawan saya hanya menghabiskan waktu sejenak, karena tujuan berikutnya adalah pantai dibawah tebing.
Disini pantainya dipenuhi oleh karang-karang landai, dan relatif sepi. Pemandangan pantai Menganti juga berbeda, dinding tebing tinggi yang berada dihadapan pantai membuat saya sadar bahwa manusia itu sebenarnya begitu kecil, sedang deburan ombak pantai selatan yang cukup besar itu juga semakin terasa kala kita berada disisi ini.
Akhirnya waktu menunjukkan jam 2 siang, sudah waktunya saya dan kawan saya untuk segera meninggalkan pantai ini. Dua pertanyaan terlintas di pikiran saya, yang pertama adalah dimanakah sang panglima menanti kekasihnya pada saat itu, di tempat perahu nelayan yang sekarang bersandar, diatas bukit, ataukah dibawah tebing ? sebuah pertanyaan yang tidak mungkin saya jawab, karena ketiga tempat tersebut memberikan pemandangan cantik yang berbeda. Sedangkan pertanyaan kedua adalah akankah saya kembali ? Untuk pertanyaan ini saya sangat yakin mampu menjawabnya, bila ada kesempatan saya tentu akan kembali ke Pantai Menganti, untuk menanti…., iya menanti matahari terbenam.